Sejarah Teknik Industri di Indonesia di awali dari kampus Institut Teknologi Bandung. Sejarah pendirian pendidikan
Teknik Industri di ITB tidak terlepas dari kondisi praktek
sarjana mesin pada tahun lima-puluhan. Pada waktu itu,
profesi sarjana Teknik mesin merupakan kelanjutan dari
profesi pada jaman Belanda, yaitu terbatas pada pekerjaan
pengoperasian dan perawatan mesin atau fasilitas produksi.
Barang-barang modal itu sepenuhnya diimpor, karena di
Indonesia belum terdapat pabrik mesin.
Di Universitas Indonesia (www.ui.edu) , keilmun Teknik
Industri telah dikenalkan pada awal tahun tujuh puluhan, dan
merupakan sub bagian dari keilmuan Teknik Mesin.
Kalau pada masa itu, dijumpai bengkel-bengkel tergolong
besar yang mengerjakan pekerjaan perancangan konstruksi
baja seperti yang antara lain terdapat di kota Pasuruan dan
Klaten, pekerjaan itu pun masih merupakan bagian dari
kegiatan perawatan untuk mesin-mesin pabrik gula dan pabrik
pengolahan hasil perkebunan yang terdapat di Jawa Timur dan
Jawa Tengah. Dengan demikian kegiatan perancangan yang
dilakukan oleh para sarjana Teknik Mesin pada waktu itu
masih sangat terbatas pada perancangan dan pembuatan
suku-suku cadang yang sederhana berdasarkan contoh-contoh
barang yang ada. Peran yang serupa bagi sarjana Teknik
Mesin juga terjadi di pabrik semen dan di bengkel-bengkel
perkereta-apian.
Pada saat itu, dalam menjalankan profesi sebagai sarjana
Teknik Mesin dengan tugas pengoperasian mesin dan fasilitas
produksi, tantangan utama yang mereka hadapi ialah
bagaimana agar pengoperasian itu dapat diselenggarakan
dengan lancar dan ekonomis. Jadi fokus pekerjaan sarjana
Teknik Mesin pada saat itu ialah pengaturan pembebanan
pada mesin-mesin agar kegiatan produksi menjadi ekonomis,
dan perawatan (maintenance) untuk menjaga kondisi mesin
supaya senantiasa siap pakai.
Pada masa itu, seorang kepala pabrik yang umumnya
berlatar-belakang pendidikan mesin, sangat ketat dan disiplin
dalam pengawasan terhadap kondisi mesin. Di pagi hari
sebelum pabrik mulai beroperasi, ia keliling pabrik memeriksa
mesin-mesin untuk menyakini apakah alat-alat produksi dalam
keadaan siap pakai untuk dibebani suatu pekerjaan.
Pengalaman ini menunjukan bahwa pengetahuan dan
kemampuan perancangan yang dipunyai oleh seorang sarjana
Teknik Mesin tidak banyak termanfaatkan, tetapi mereka
justru memerlukan bekal pengetahuan manajemen untuk lebih
mampu dan lebih siap dalam pengelolaan suatu pabrik dan
bengkel-bengkel besar.
Sekitar tahun 1955, pengalaman semacam itu disadari benar
keperluannya, sehingga sampai pada gagasan perlunya
perkuliahan tambahan bagi para mahasiswa Teknik Mesin
dalam bidang pengelolaan pabrik.
Pada tahun yang sama, orang-orang Belanda meninggalkan
Indonesia karena terjadi krisis hubungan antara
Indonesia-Belanda, sebagai akibatnya, banyak pabrik yang
semula dikelola oleh para administratur Belanda, mendadak
menjadi vakum dari keadministrasian yang baik. Pengalaman
ini menjadi dorongan yang semakin kuat untuk terus
memikirkan gagasan pendidikan alternatif bidang keahlian di
dalam pendidikan Teknik Mesin.
Pada awal tahun 1958, mulai diperkenalkan beberapa mata
kuliah baru di Departemen Teknik Mesin, diantaranya : Ilmu
Perusahaan, Statistik, Teknik Produksi, Tata Hitung Ongkos
dan Ekonomi Teknik. Sejak itu dimulailah babak baru dalam
pendidikan Teknik Mesin di ITB, mata kuliah yang bersifat
pilihan itu mulai digemari oleh mahasiswa Teknik Mesin dan
juga Teknik Kimia dan Tambang.
Sementara itu pada sekitar tahun 1963-1964 Bagian Teknik
Mesin telah mulai menghasilkan sebagian sarjananya yang
berkualifikasi pengetahuan manajemen produksi/teknik
produksi. Bidang Teknik Produksi semakin berkembang
dengan bertambahnya jenis mata kuliah. Mata kuliah seperti :
Teknik Tata Cara, Pengukuran Dimensional, Mesin Perkakas,
Pengujian Tak Merusak, Perkakas Pembantu dan Keselamatan
Kerja cukup memperkaya pengetahuan mahasiswa Teknik
Produksi.
Pada tahun 1966 - 1967, perkuliahan di Teknik Produksi
semakin berkembang. Mata kuliah yang berbasis teknik
industri mulai banyak diperkenalkan. Sistem
man-machine-material tidak lagi hanya didasarkan pada
lingkup wawasan manufaktur saja, tetapi pada lingkup yang
lebih luas yaitu perusahaan dan lingkungan. Dalam pada itu, di
Departemen ini mulai diajarkan mata kuliah : Manajemen
Personalia, Administrasi Perusahaan, Statistik Industri,
Perancangan Tata Letak Pabrik, Studi Kelayakan, Penyelidikan
Operasional, Pengendalian Persediaan Kualitas Statistik dan
Programa Linier. Sehingga pada tahun 1967, nama Teknik
Produksi secara resmi berubah menjadi Teknik Industri dan
masih tetap bernaung di bawah Bagian Teknik Mesin ITB.
Pada tahun 1968 - 1971, dimulailah upanya untuk membangun
Departemen Teknik Industri yang mandiri. Upaya itu terwujud
pada tanggal 1 Januari 1971.
sarjana mesin pada tahun lima-puluhan. Pada waktu itu,
profesi sarjana Teknik mesin merupakan kelanjutan dari
profesi pada jaman Belanda, yaitu terbatas pada pekerjaan
pengoperasian dan perawatan mesin atau fasilitas produksi.
Barang-barang modal itu sepenuhnya diimpor, karena di
Indonesia belum terdapat pabrik mesin.
Di Universitas Indonesia (www.ui.edu) , keilmun Teknik
Industri telah dikenalkan pada awal tahun tujuh puluhan, dan
merupakan sub bagian dari keilmuan Teknik Mesin.
Kalau pada masa itu, dijumpai bengkel-bengkel tergolong
besar yang mengerjakan pekerjaan perancangan konstruksi
baja seperti yang antara lain terdapat di kota Pasuruan dan
Klaten, pekerjaan itu pun masih merupakan bagian dari
kegiatan perawatan untuk mesin-mesin pabrik gula dan pabrik
pengolahan hasil perkebunan yang terdapat di Jawa Timur dan
Jawa Tengah. Dengan demikian kegiatan perancangan yang
dilakukan oleh para sarjana Teknik Mesin pada waktu itu
masih sangat terbatas pada perancangan dan pembuatan
suku-suku cadang yang sederhana berdasarkan contoh-contoh
barang yang ada. Peran yang serupa bagi sarjana Teknik
Mesin juga terjadi di pabrik semen dan di bengkel-bengkel
perkereta-apian.
Pada saat itu, dalam menjalankan profesi sebagai sarjana
Teknik Mesin dengan tugas pengoperasian mesin dan fasilitas
produksi, tantangan utama yang mereka hadapi ialah
bagaimana agar pengoperasian itu dapat diselenggarakan
dengan lancar dan ekonomis. Jadi fokus pekerjaan sarjana
Teknik Mesin pada saat itu ialah pengaturan pembebanan
pada mesin-mesin agar kegiatan produksi menjadi ekonomis,
dan perawatan (maintenance) untuk menjaga kondisi mesin
supaya senantiasa siap pakai.
Pada masa itu, seorang kepala pabrik yang umumnya
berlatar-belakang pendidikan mesin, sangat ketat dan disiplin
dalam pengawasan terhadap kondisi mesin. Di pagi hari
sebelum pabrik mulai beroperasi, ia keliling pabrik memeriksa
mesin-mesin untuk menyakini apakah alat-alat produksi dalam
keadaan siap pakai untuk dibebani suatu pekerjaan.
Pengalaman ini menunjukan bahwa pengetahuan dan
kemampuan perancangan yang dipunyai oleh seorang sarjana
Teknik Mesin tidak banyak termanfaatkan, tetapi mereka
justru memerlukan bekal pengetahuan manajemen untuk lebih
mampu dan lebih siap dalam pengelolaan suatu pabrik dan
bengkel-bengkel besar.
Sekitar tahun 1955, pengalaman semacam itu disadari benar
keperluannya, sehingga sampai pada gagasan perlunya
perkuliahan tambahan bagi para mahasiswa Teknik Mesin
dalam bidang pengelolaan pabrik.
Pada tahun yang sama, orang-orang Belanda meninggalkan
Indonesia karena terjadi krisis hubungan antara
Indonesia-Belanda, sebagai akibatnya, banyak pabrik yang
semula dikelola oleh para administratur Belanda, mendadak
menjadi vakum dari keadministrasian yang baik. Pengalaman
ini menjadi dorongan yang semakin kuat untuk terus
memikirkan gagasan pendidikan alternatif bidang keahlian di
dalam pendidikan Teknik Mesin.
Pada awal tahun 1958, mulai diperkenalkan beberapa mata
kuliah baru di Departemen Teknik Mesin, diantaranya : Ilmu
Perusahaan, Statistik, Teknik Produksi, Tata Hitung Ongkos
dan Ekonomi Teknik. Sejak itu dimulailah babak baru dalam
pendidikan Teknik Mesin di ITB, mata kuliah yang bersifat
pilihan itu mulai digemari oleh mahasiswa Teknik Mesin dan
juga Teknik Kimia dan Tambang.
Sementara itu pada sekitar tahun 1963-1964 Bagian Teknik
Mesin telah mulai menghasilkan sebagian sarjananya yang
berkualifikasi pengetahuan manajemen produksi/teknik
produksi. Bidang Teknik Produksi semakin berkembang
dengan bertambahnya jenis mata kuliah. Mata kuliah seperti :
Teknik Tata Cara, Pengukuran Dimensional, Mesin Perkakas,
Pengujian Tak Merusak, Perkakas Pembantu dan Keselamatan
Kerja cukup memperkaya pengetahuan mahasiswa Teknik
Produksi.
Pada tahun 1966 - 1967, perkuliahan di Teknik Produksi
semakin berkembang. Mata kuliah yang berbasis teknik
industri mulai banyak diperkenalkan. Sistem
man-machine-material tidak lagi hanya didasarkan pada
lingkup wawasan manufaktur saja, tetapi pada lingkup yang
lebih luas yaitu perusahaan dan lingkungan. Dalam pada itu, di
Departemen ini mulai diajarkan mata kuliah : Manajemen
Personalia, Administrasi Perusahaan, Statistik Industri,
Perancangan Tata Letak Pabrik, Studi Kelayakan, Penyelidikan
Operasional, Pengendalian Persediaan Kualitas Statistik dan
Programa Linier. Sehingga pada tahun 1967, nama Teknik
Produksi secara resmi berubah menjadi Teknik Industri dan
masih tetap bernaung di bawah Bagian Teknik Mesin ITB.
Pada tahun 1968 - 1971, dimulailah upanya untuk membangun
Departemen Teknik Industri yang mandiri. Upaya itu terwujud
pada tanggal 1 Januari 1971.
sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Teknik_industri,
http://en.wikipedia.org/wiki/Industrial_engineering
http://en.wikipedia.org/wiki/Industrial_engineering